Kali ini saya akan memberikan informasi tentang kitab-kitab yang saya pelajari, pengkaji. Kitab - kitab yang saya pelajari hanya baru dua saja, akan tetapi saya sudah mengetahui banyak makna dari kitab - kitab tersebut. Apa kitabnya? ya kitab tersebut adalah kitab mengenai akhlak/kepribadian serta mengajarkannya hal - hal yang baik, hal -hal yang boleh dilakukan atau tidak. Dari mulai kehidupan sehari - hari, ibadah, tata krama, etika,sopan santun, belajar mengajar dan masih banyak yang lainnya yang dibahas dan diajarkan oleh kitab tersebut.
Yang pertama adalah KITAB WASHOYA.
Kitab ini dikarang oleh tokoh yang sangat mulia Syeikh Muhammad Syakir bin Ahmad bin Abdil Wadir bin Abdul Warits dan keluarga Abi ‘Ulayyaa’ dan keluarga yang dermawan yang telah dikenal sebagai keluarga yang paling mulia dan yang paling dermawan di kota Jurja.
Yang pertama adalah KITAB WASHOYA.
Kitab ini dikarang oleh tokoh yang sangat mulia Syeikh Muhammad Syakir bin Ahmad bin Abdil Wadir bin Abdul Warits dan keluarga Abi ‘Ulayyaa’ dan keluarga yang dermawan yang telah dikenal sebagai keluarga yang paling mulia dan yang paling dermawan di kota Jurja.
Lahir di Jurja pada pertengahan Syawal tahun 1282 H. Beliau
menghapal Al-Qur’an di sana, dan belajar dasar-dasar studinya (di sana),
kemudian beliau rihlah (bepergian untuk menuntut ilmu) ke universitas Al-Azhar
dan beliau belajar dari guru-guru besar pada masa itu, kemudian dia dipercayai
untuk memberikan fatwa pada tahun 1307 H. Dan kemudian beliau menduduki jabatan
sebagai ketua mahkamah mudiniyyah Al-Qulyubiyyah, dan tinggal di sana selama
tujuh tahun sampai beliau dipilih menjadi Qadhi (hakim) untuk negeri Sudan pada
tahun 1317 H. Dan dia adalah orang pertama yang menduduki jabatan ini, dan
orang yang pertama yang menetapkan hukum-hukum hakim yang syar’i di Sudan di
atas asas yang paling terpercaya dan paling kuatnya, kemudian pada tahun 1322 H
beliau ditunjuk sebagai guru bagi para ulama-ulama lskandariyyah sampai
membuahkan hasil, dan memunculkan bagi kaum muslimin orang-orang yang
menunjukkan (umat supaya) dapat mengembalikan kejayaan Islam di seantero dunia,
kemudian beliau ditunjuk sebagai wakil bagi para guru Al-Azhar, sampai beliau
menebarkan benih-benih yang baik, kemudian beliau menggunakan kesempatan
pendirian jam’iyyah Tasyni’iyyah pada tahun 1913 M kemudian beliau berusaha
untuk menjadi anggota organisasi tersebut, sebagai pilihannya dari sisi
pemerintah Mesir, dan dengan itulah beliau meninggalkan jabatannya, serta
enggan untuk kembali kepada satu bagianpun dan jabatan-jabatan tersebut, dan
beliau tidak lagi berhasrat setelah itu kepada sesuatu yang memikat dirinya,
bahkan beliau lebih mengutamakan untuk hidup dalam keadaaan pikiran, amalan,
hati dan ilmu yang bebas lepas, dan dia memiliki pemikiran-pemikiran yang benar
pada tulisannya, dan ucapan-ucapan yang membakar, senantiasa ada yang menentang
itu semua yang mengumandangkannya pada pikiran-pikiran sebagian besar
orang-orang yang bensikeras terhadap perkara-perkara Ijtimaiyyah, dan termasuk
dan karakteristik beliau yaitu bahwa beliau mengokohkan agamanya, mengokohkan
dirinya di dalam aqidahnya, mengokohkan pemikirannya, dia itu pemberani bukan
pengecut, dia tidak menghindar dari seorangpun, dan dia tidak merasa takut
kecuali hanya kepada Allah Ta’ala.
Dan dia adalah orang yang kokoh di dalam keilmuan baik
secara~ naqliyah (dalil-dalil Al-Kitab dan As-sunnah) maupun secara aqliyah,
dan tidak ada seorangpun yang dapat menyepak dia di dalam diskusi maupun
perdebatan karena dalamnya dia di dalam menegakkan hujjah-hujjah dan membuat
sang pendebat menjadi terdiam, karena kesuburan otaknya dan
pemikiran-pemikirannya yang berantai, dan karena pemikiran-pemikirannya
terangkaikan di atas kaidah-kaidah mantiq yang shahih lagi selamat.
Dan pada akhir umur beliau terbaring di rumahnya karena
sakit, dan beliau selalu berada di ranjangnya, tatkala lumpuh menimpanya beliau
merasakannya dengan sabar dan penuh berharap (akan ampunanNya), beliau ridha
terhadap Tuhannya dan terhadap dirinya, dengan penuh keyakinan bahwa dinirya
benar-benar telah menegakkan apa yang diwajibkan bagi dirinya berdasarkan
agamanya, dan umatnya, menunggu panggilan Rabbnya kepada hamba-Nya yang shaleh.
“Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridha lagi
diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama’ah hamba-hamba-Ku dan masuklah ke
dalam sorga-Ku” (AI-Fajr: 27-30)
Semoga Allah Ta’ala merahmati beliau dengan rahmat yang
luas, beliau rahimahullah wafat pada tahun (1358) H yang bertepatan pada (1939)
M dan semoga juga terlimpah bagi anak beliau yaitu Al-‘Allamah Syaikh Ahmad
Muhammad Syakir Abil Asybal seorang Muhaddits besar yang wafat pada tahun 1958
M rahimahullah yang telah menulis suatu nisalah tentang perjalanan hidup
ayahnya yang diberi nama “Muhammad Syakir” seorang tokoh dan para tokoh zaman.
Selesai dengan (beberapa) pengubahan dari biografi anaknya Al-‘Allamah Ahmad
Muhammad Syakir rahimahullah.
Kitab ini mempunyai 20 bab dan beberapa sub bab lainnya yang mengenai berbaagai materi sikap perilaku manusia menurut ajaran islam.
Yang Kedua Kitab Ta'lim Muta'lim
Kitab ini dikarang oleh seorang ali ulama yang berNama lengkap Burhan al-Din Ibrahim
al-Zarnuji al-Hanafi. Nama lain yang disematkan kepadanya adalah Burhan
al-Islam dan Burhan al-Din. Namun, hingga kini belum diketahui secara pasti
waktu dan tempat lahirnya al-Zarnuji.Nama “al-Zarnuji” sendiri dinisbatkan pada
suatu tempat bernama Zurnuj, sebuah tempat yang berada di wilayah Turki.
Sementara kata “al-Hanafi” diyakini dinisbatkan kepada nama mazhab yang
dianutnya, yakni mazhab Hanafi.
Perjalanan kehidupan al-Zarnuji tidak dapat diketahui secara
pasti. Meski diyakini ia hidup pada masa kerajaan Abbasiyah di Baghdad, kapan
pastinya masih menjadi perdebatan hingga sekarang. Al-Quraisyi menyebut
al-Zarnuji hidup pada abad ke-13 M. Sementara para orientalis seperti G.E. Von
Grunebaun, Theodora M. Abel, Plessner dan J.P. Berkey meyakini bahwa al-Zarnuji
hidup dipenghujung abad 12 dan awal abad 13 M.
Al-Zarnuji menuntut ilmu di Bukhara dan Samarkand, dua
tempat yang disebut-sebut sebagai pusat keilmuan, pengajaran dan sebagainya.
Semasa belajar, al-Zarnuji banyak menimba ilmu dari; syeikh Burhan al-Din,
pengarang buku al-Hidayah; Khawahir Zadah, seorang mufti di Bukhara; Hamad bin
Ibrahim, seorang yang dikenal sebagai fakih, mutakallim, sekaligus adib; Fakhr
al-Islam al-Hasan bin Mansur al-Auzajandi al-Farghani; al-Adib al-Mukhtar Rukn
al-Din al-Farghani yang dikenal sebagai tokoh fikih dan sastra; juga pada
Syeikh Zahir al-Din bin ‘Ali Marghinani, yang dikenal sebagai seorang mufti.
Karya termasyhur al-Zarnuji adalah Ta’lim al-Muta’allim
Tariq al-Ta’allum, sebuah kitab yang bisa dinikmati dan dijadikan rujukan
hingga sekarang. Menurut Haji Khalifah, kitab ini merupakan satu-satunya kitab
yang dihasilkan oleh al-Zarnuji. Meski menurut peneliti yang lain, Ta’lim
al-Muta’allim, hanyalah salah satu dari sekian banyak kitab yang ditulis oleh
al-Zarnuji. Seorang orientalis, M. Plessner, misalnya, mengatakan bahwa kitab
Ta’lim al-Muta’allim adalah salah satu karya al-Zarnuji yang masih tersisa.
Plessner menduga kuat bahwa al-Zarnuji memiliki karya lain, tetapi banyak
hilang, karena serangan tentara Mongol yang dipimpin oleh Hulagu Khan terhadap
kota Baghdad pada tahun 1258 M.
Pendapat Plessner ini dikuatkan oleh Muhammad ‘Abd Qadir
Ahmad. Menurutnya, minimal ada dua alasan bahwa al-Zarnuji menulis banyak
karya, yaitu: pertama, kapasitas al-Zarnuji sebagai pengajar yang menggeluti
bidang kajiannya. Ia menyusun metode pembelajaran yang dikhususkan agar pasa
siswa sukses dalam belajarnya. Tidak masuk akal bagi al-Zarnuji, yang pandai
dan bekerja lama di bidangnya itu, hanya menulis satu buku.Kedua, ulama-ulama
yang hidup semasa al-Zarnuji telah menghasilkan banyak karya.Karena itu,
mustahil bila al-Zarnuji hanya menulis satu buku.
Tentang ada tidaknya karya lain yang dihasilkan al-Zarnuji
sebenarnya dilukiskan al-Zarnuji sendiri dalam kitab Ta’lim al-Muta’allim, yang
dalam salah satu bagiannya ia mengatakan: “…kala itu guru kami syeikh Imam ‘Ali
bin Abi Bakar semoga Allah menyucikan jiwanya yang mulia itumenyuruhku untuk
menulis kitab Abu Hanifah sewaktu aku akan pulang ke daerahku, dan aku pun
menulisnya…” Hal ini bisa memberikan gambaran bahwa al-Zarnuji sebenarnya
mempunyai karya lain selain kitabnya yang berjudul Ta’lim al-Muta’allim.
Telepas dari perdebatan itu, al-Zarnuji merupakan tokoh yang telah memberikan
sumbangan berharga bagi perkembangan pendidikan Islam.Karyanya, patut dikaji
dan dipelajari.
Kitab ini mempunyai 12 Fasal dengan berbagai sub bab disetiap fasalnya.
mungkin cukup sekian penjelasan dari saya terima kasih semoga bermanfaat.
No comments:
Post a Comment